HALOSULSEL.COM, WAJO-- Ketika saya membaca sebuah pesan lewat Grup Whatshapp yang menginfokan bahwa Gurunda H.Muhammad Arif telah pergi mendahului kita semua beberapa menit yang lalu, sejenak saya tersentak, kaget, dan tidak percaya.

Setelah berhasil menguasai diri, saya hanya  mampu mengucapkan Innalillahi Wainna ilaihi rajiun sembari mendoakan agar mendapatkan tempat terbaik disisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi musibah ini. Saat itu mulailah teringat satu per satu interaksi saya dengan almarhum. 

Sekitar 33 tahun silam ketika saya baru saja terdaftar sebagai Siswa Baru di Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri 9 Sengkang. Kesan pertama saya tertuju pada sosok guru yang gagah, berkulit bersih, dan cerdas. Belakangan kuketahui beliau bernama Muhammad Arif, kakak almamater kami yang mendapat Beasiswa tugas belajar  ke IKIP Jakarta dan kembali mengajar di sekolah tempatnya tempat ia pernah menimbah ilmu.

Pak Arif begitu kami memanggilnya. Saat-saat pelaksanaan Ospek dan Penataran P4 menjadi sosok sentral, selain karena posisinya sebagai Ketua Panitia mungkin juga karena kecerdasan dan keenerjikan yang dimilikinya membuat sosoknya mendapat kepercayaan dari Kepala Sekolah pikir saya ketika itu.

Hari-hari selanjutnya kami mengenal Pak Arif sebagai Ketua Jurusan Akuntansi dan mengajar pada mata pelajaran Pengantar Akuntasi, Akuntansi Biaya dan Tekhnologi Pengolahan Data.

Interaksi kedua saya dengan Almarhum ketika saya sudah tamat dari SMEA Negeri Sengkang dan menjadi Kader pada sebuah Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)

Pada kedua Organisasi ini, Pak Arif menjadi petinggi. Puncaknya ketika dinobatkan sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Wajo. Tentu bukanlah hal mudah untuk menduduki tampuk kepemimpinan pada kedua Organisasi elit kepemudaan underbow orde baru yang sangat berpengaruh ketika itu. Namun di mata saya kesempatan itu diraih Pak Arif bagai air mengalir.

Mengajar anak-anak bangsa dan berkiprah diberbagai organisasi baik organisasi pemuda, organisasi Kemasyarakatan, organisasi profesi dan organisasi keagamaan mengantarkan Pak Arif menjadi sosok yang mumpuni dengan berbagai capaian prestasi. Sebutlah Guru Teladan, Pemuda Berprestasi dan Tokoh Koperasi. 

Capaian itu tidaklah mengubah kepribadiannya, beliau tetap menjadi sosok yang bersahaja, humble dan memperlakukan kami sebagai murid, anak dan sahabatnya.

Pak Arif adalah sosok yang sangat saya kagumi, beliau adalah Guru, Birokrat, dan Aktivis sekaligus sebagai Orang Tua dan Sahabat yang sangat akrab dengan kami.

Mendengar kabar kepergiaanya menghadap Sang Ilahi, ada satu hal yang membuat saya begitu terpukul. 

Empat hari sebelum pergi meninggalkan kita semua, saya bertemu Beliau pada pesta pernikahan Adinda Arga Dewantara Putra Ibu Ganevia Guru, Wali Kelas dan Orang Tua bagi kami Alumni Akuntansi tahun 1992.

Seumur-umur sejak saya kenal dan berinteraksi dengan Pak Arif setiap kali ketemu saya selalu berjabat tangan sembari mencium tangannya sebagai tanda taksim seorang murid kepada gurunya. Tapi entah mengapa saat itu saya berjabat tangan tanpa mencium tangan Beliau. Entah mengapa ???? Itu yang membuat saya begitu terpukul. Maafkan Muridmu Gurunda.

Akhirnya kuucapkan selamat jalan kepada Guruku, Orang Tuaku, dan Sahabatku. Sungguh sebuah kehilangan yang luar biasa, perginya sosok panutan yang amat saya kagumi.

Meminjam kata sahabat saya Sudirman Gani, semua simbol-simbol kebaikan semuanya tersemat pada sosok Gurunda H.Muhammad Arif. Beliau Jujur, Cerdas, Berani, Bijaksana, Ulet, Pekerja Keras, Sabar, Bersahaja, dan Peduli.

Sekali lagi Selamat Jalan Gurunda. Dada ini sesak melangkahkan kaki mengantar kepergianmu. Tubuh tegap berparas tampan kini harus terbungkus kain kafan. Aku masih tak menyangka, kini engkau telah tiada. Rasanya baru kemarin kita bercanda, bergelak tawa tentang dunia.

 

Sengkang 22 Juni 2023

Ananda Eddy Mulyawan